Diskusi tentang dasar-dasar budidaya kepiting secara soliter dalam kegiatan pelatihan budidaya kepiting bakau dengan sistem Battery Cell yang dipandu Eddy Nurcahyono dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Jepara. (Kresna/ARUPA)
Banyuwangi memiliki berbagai potensi sumber daya perikanan dengan nilai ekonomi yang tinggi. Salah satunya, komoditas kepiting bakau yang dimanfaatkan warga sekitar sebagai sumber mata pencaharian.
Namun, pemanfaatan kepiting bakau di kawasan Banyuwangi masih belum optimal. Untuk itu, pelatihan budidaya kepiting bakau sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat.
Sebagai mitra dalam meningkatkan peluang mata pencaharian masyarakat, Samdhana bekerjasama dengan Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) menggelar Pelatihan Budidaya Kepiting Bakau pada Rabu (26/1) di Dusun Persen, Desa Kedungasri, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi ini dipilih karena dekat dengan kawasan hutan mangrove yang menjadi tempat budidaya kepiting bakau.
ARuPA merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang berbasis di Yogyakarta. Organisasi ini bergerak di bidang pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Desa Kedungasri, Dinas Perikanan Banyuwangi, Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Banyuwangi dan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Sejati yang tergabung dalam unit usaha “Tuan Krab”. Kepala Seksi Sumber Daya Ikan Dinas Perikanan Banyuwangi Anang Budi Wasono hadir sebagai narasumber.
Ia mengatakan bahwa kegiatan budidaya kepiting bakau untuk usaha ekonomi masyarakat dan upaya konservasi harus berjalan seimbang. Untuk itu, diperlukan sebuah metode budidaya kepiting bakau yang tidak merugikan kelangsungan hutan mangrove di Desa Kedungasri. Salah satunya, budidaya kepiting bakau dengan sistem Battery Cell.
Battery Cell merupakan keramba yang dibuat dari kayu/bambu/plastik yang disusun sedemikian rupa menjadi kotak-kotak atau sekat-sekat yang terpisah untuk tempat pemeliharaan kepiting. Metode ini tidak akan mengganggu keberadaan mangrove. Justru, budidaya semacam ini dapat menjaga kelangsungan ekosistem hutan mangrove di lokasi tersebut.
Dalam pelatihan ini, peserta juga terlibat diskusi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Jepara Eddy Nurcahyono tentang dasar-dasar budidaya kepiting secara soliter. Ia juga menjelaskan karakteristik ekosistem mangrove, siklus perkembangan kepiting dan jenis-jenisnya serta teknik budidaya dan analisis pemasaran. Hal ini bertujuan untuk memudahkan peserta dalam menyusun rencana usaha budidaya kepiting bakau.
Peserta tampak antusias mengikuti proses diskusi. Mereka juga berbagi pengalaman yang didapat dari hasil uji coba budidaya kepiting dengan sistem Battery Cell secara mandiri.
Dari hasil diskusi tersebut, warga yang tergabung dalam KTH Sejati (Tuan Krab) akhirnya memiliki pemahaman budidaya kepiting bakau yang benar. Setelah diskusi ini, warga diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip budidaya kepiting bakau berkelanjutan.
Hal ini sejalan dengan prinsip program Dedicated Grant Mechanism (DGM) Indonesia yang dikelola oleh Samdhana Institute. DGM Indonesia merupakan program yang didanai oleh World Bank bekerjasama dengan Forest Investment Program (FIP).
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas partisipasi masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam proses keamanan tenurial. Serta, meningkatkan mata pencaharian mereka dengan mengimplementasikan pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan.
0 Comments