Monitoring Bank Dunia Temui perwakilan KTH dari 4 Desa sekitar kawasan TNGHS



Kunjungan monitoring Bank Dunia ke 4 Desa di Kabupaten Sukabumi. (SAMDHANA/Anggit)

Samdhana Institute selaku National Executing Agency (NEA) Dedicated Grants Mechanism Indonesia (DGM-I) melaksanakan pertemuan rutin (Support Mission) antara National Steering Committee (NSC), NEA dan Bank Dunia selaku administrator Program DGM-I. Pertemuan berlangsung pada hari Selasa sampai Jumat, 17 - 20 Mei 2022 lalu di Bogor dan Sukabumi.

Pertemuan ini merupakan salah satu dari dua mission terakhir di tahun 2022, tahun periode akhir pelaksanaan proyek yang telah berjalan sejak Juli 2017. DGM-I dan Bank Dunia menjadwalkan monitoring setiap 6 bulan untuk membantu kelancaran pelaksanaan proyek, juga mendapatkan solusi untuk kendala dan tantangan pelaksanaan proyek.

Pada monitoring kali ini dilakukan kunjungan lapang ke Sukabumi untuk bertemu perwakilan Kelompok Tani Hutan (KTH) dari 4 Desa (Cipeuteuy, Cianaga, Mekarjaya dan Pulosari) di Kecamatan Kabandungan dan Kecamatan Kalapa Nunggal, Kabupaten Sukabumi. Di 4 Desa tersebut terdapat 14 KTH yang didampingi Perkumpulan Absolute Indonesia untuk pengajuan Kemitraan Konservasi kepadaTaman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), khususnya wilayah Kabupaten Sukabumi.

Selain kelompok tani dari Kabandungan dan Kalapa Nunggal, hadir juga Masyarakat Adat Kasepuhan Cibarani dan Kasepuhan Pasir Eurih. Mereka merupakan mitra lokal Rimbawan Muda Indonesia (RMI) yang banyak bekerja melakukan pendampingan Masyarakat Adat sekitar kawasan hutan di Lebak, Banten.

Tim Bank Dunia yang dipimpin langsung Bapak Iwan Gunawan selaku Task Team Leader di Indonesia berdiskusi dan mendengar secara langsung berbagi pengalaman, pengetahuan dan pembelajaran selama pelaksanaan DGM-I oleh 14 Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Masyarakat Adat Kasepuhan Cibarani dan Kasepuhan Pasir Eurih.

M. Kosar, selaku fasilitator dari Perkumpulan Absolute bersama perwakilan KTH Desa Cipeutey, Desa Mekarjaya, Desa Cianaga di Kecamatan Kabandungan dan KTH Desa Pulosari Kecamatan Kalapanunggal, berbagi pembelajaran pengelolaan hutan dalam skema Hutan Adat dan Kemitraan Konservasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).  Skema kerjasama ini juga dikuatkan oleh paparan perwakilan Balai Taman nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) dan Pemerintah Desa setempat. Proses pengajuan Kemitraan Konservasi untuk 14 KTH dari Desa Cipeutey, Desa Mekarjaya, Desa Cianaga di Kecamatan Kabandungan dan KTH Desa Pulosari Kecamatan Kalapanunggal, sudah final dan menunggu penandatanganan.

Perwakilan Kasepuhan Pasir Eurih (Siti Sopiah, Maman Sahroni) dan Cibarani (Absir, Jarsih) yang turut didampingi Direktur Eksekutif RMI Wahyubinatara Fernandez dan Fasilitator Fauzan Adima, berbagi cerita pencapaian Hutan Adat hingga terbit Surat Keputusan (SK) penetapan Hutan Adat Kasepuhan Cibarani seluas 490 Hektare yang berada di Desa Cibarani, Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Juga Kasepuhan Cirompang dan Kasepuhan Pasir Eurih, yang mengajukan penetapan Hutan Adatnya seluas 306 Hektar.

Merespon hal ini, Bapak Iwan Gunawan mencatat hal yang menjadi kunci adalah kolaborasi dengan membangun saling percaya. Selanjutnya ia memaparkan perlunya langkah-langkah untuk menghadapi tantangan dan mengantisipasi kedepannya.

“Awal perjalanan panjang yang kelihatannya mulai mengerucut, solusinya tadi ada dengan Kemitraan Konservasi, untuk Hutan Adat sudah ada SK-nya. Tantangannya bagaimana kolaborasi ini menghasilkan sesuatu yang konkrit. Hutan itu menghasilkan sumber daya yang mendukung kehidupan bersama,” katanya.

Dalam diskusi tersebut, perwakilan masing-masing kelompok mengungkapkan tantangan pengelolaan hutan paska mendapatkan pengakuan hak dan akses kelola, serta harapan dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, di tengah isu perubahan iklim (pemanasan global) yang dihadapi oleh dunia saat ini.

Kepala Desa Cipeuteuy, Bapak Tirta Jaya, berbagi bahwa Desa Cipeuteuy selain memiliki usaha ekonomi dari pertanian dan perkebunan kopi, juga memiliki usaha ekonomi di bidang wisata yaitu ecowisata Curug Cirimun yang berada di kawasan Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi. Curug ini berada di bawah kaki Gunung Halimun Salak (yang juga merupakan kawasan TNGHS/ Taman Nasional Gunung Halimun Salak). Pengelolaan Ekowisata ini juga dibantu dengan pendampingan dari LPPM IPB.

Pada tahun 2015, Desa Cipeuteuy diberikan penghargaan Kampung Iklim karena berhasil merestorasi kawasan dengan penanaman di kawasan kritis dan juga budidaya sayur di kawasan produksi yang merupakan koridor dari TNGHS. Budidaya sayur ini untuk sediaan pangan mandiri masyarakat Desa Cipeuteuy, selain untuk menambah penghasilan.

Saat ini, di Desa Cipeuteuy memiliki kelompok yang tetap aktif berkegiatan dalam bidang pelestarian lingkungan. Yaitu Koppel Cipeuteuy yang diketuai oleh Bapak Sugiri. Koppel adalah Kelompok Pelestari Lingkungan.

Jarsih dari Kasepuhan Cibarani berharap kedepannya usaha gula semut yang dijalankannya bersama perempuan di komunitasnya bisa lebih maju lagi, mendapat dukungan baik peralatan untuk produksi hingga pemasaran. Usaha ini menjadi langkah memaksimalkan potensi alam Cibarani untuk kesejahteraan bersama.

Senada dengan itu, Siti Sopariah dari Kasepuhan Pasir Eurih berharap hutan adat yang saat ini dijaga tetap lestari dan dirasakan bisa sampai anak cucu. Jika di Cibarani ada produk yang dihasilkan, Siti dan komunitas pemudanya lebih ke arah konservasi alamnya. Yaitu dengan mengumpulkan varietas padi lokal dari Pasir Eurih dan Kasepuhan lainnya.

“Dulu ada sekitar 40 jenis padi. Sedangkan yang kami temukan ada 10 – 20 jenis saja, pertanyaannya yang lain kemana? dan kenapa bisa hilang. Itu yang kami harapkan bisa kita munculkan kembali,” bebernya.

Kunjungan ke Kabupaten Sukabumi juga turut dihadiri perwakilan NSC,Tri Indana (NSC Region Jawa), Martua T. Sirait (NEA/Samdhana), tim Bank Dunia dan NEA.


0 Comments