Memperkuat Peran Masyarakat Adat Umbu Pabal Dalam Peningkatan Pendapatan



Persiapan panen Cabai di Umbu Pabal. (Daniel/YAYASAN SATU VISI)

Oleh Daniel L Ledi, Yayasan Satu Visi

Wilayah adat Umbu Pabal terdiri dari 5 kabihu atau marga (Awanang, Deri Kambajawa,  Ranyiaka, Tokang dan Lagu). Setiap kabihu memiliki peran masing-masing. Secara administrasi komunitas Umbu Pabal awalnya berpusat di kampung Deri Kambajawa di desa Umbu Pabal yang kini berkembang mendiami  5 desa; Umbu Pabal (seluruh), Umbu Pabal Selatan (seluruh), Umbu Langang (sebagian), Ubu Jodu (sedikit), dan  Umbu Mamijuk (sedikit). Terletak di kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat, kabupaten Sumba Tengah, provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Sejak tahun 2019 DGMI memberikan dukungan kepada AMAN Sumba membantu komunitas Umbu Pabal memperjuangkan klaim wilayah adat. Komunitas ini sudah memiliki peta wilayah adat dan berdasarkan peta ini memiliki luas wilayah adat seluas 4.345, 22 ha dan salah satunya berstatus hutan adat Liangu Marapu seluas 230 hektar. Di jumpai burung-burung endemik seperti kakatua jambul kuning dan rangkong sumba yang masuk dalam species yang dilindungi. Hutan adat menyediakan air dan merupakan sumber air utama untuk embung Loku Jangi di kabupaten Sumba Tengah. Di hutan ini terdapat jenis kayu khusus untuk tiang utama rumah besar yakni kayu mayela, ulu kataka, manera dan lapale. Jenis kayu ini menjadi syarat dapat dibangunnya rumah besar (rumah adat yang merupakan rumah kabihu/klan tempat berkumpulnya warga kabihu untuk acara kematian,kawin mawin dan ucapan syukur lainnya). Tanpa kayu ini maka pembangunan rumah besar tidak dapat dilaksanakan. 

Di kawasan hutan Taman Nasional Tana Daru dan hutan adat Liangu Marapu terdapat terdapat 1670 KK atau 7085 jiwa. Masih terdapat penganut agama leluhur (Marapu) sebanyak 305 KK dengan 1707 jiwa dan sisanya adalah penganut agama Kristen protestan. Memiliki lanskap dataran rendah untuk bertani kebun dan sawah dan perbukitan untuk menanam tanaman umur panjang. Terdapat 300-an kelompok tani perempuan dan kelompok campuran laki-laki dan perempuan yang menjalankan usaha hortikultura, tanaman pangan dan anyaman berbahan hasil hutan bukan kayu.

Hibah DGMI kepada Yayasan Satu Visi (YSV) dan AMAN Sumba kegiatan pemetaaan partisipatif yang melibatkan masyarakat adat.  Pengajuan dokumen pendukung permohonan pengakuan masyarakat adat kepada pemerintah daerah (Bupati, DPRD) telah dilakukan 4 desa komunitas adat yakni Umbu Paba dan Lakoka (Kabupaten Sumba Tengah) serta Pataning Wu’a Kamba dan Komunitas Uma Lulu (Kabupaten Sumba Timur).

YSV juga terpilih mendapatkan dana hibah DGMI untuk perbaikan mata pencaharian dan penghidupan masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL) melalui pengembangan mata pencaharian berkelanjutan berbasis pengelolaan lahan dan hutan di 6 desa yakni desa Rindi (komunitas adat Pataning Wua Kamba), desa  Watu Puda  (komunitas Uma Lulu), desa Mbilur Pangadu (komunitas Lakoka), desa Wairasa/ Anamanu (komunitas adat Wairasa) dan Desa Umbu Pabal (komunitas adat Umbu Pabal). Fokus kegiatan yakni mendukung perempuan mengembangkan mata pencaharian berkelanjutan.  Hasil-hasil kegiatan,di antaranya;

  • 29 perempuan di desa Praikaroku Djangga mengembangkan jagung, kacang merah, dan ubi jalar ungu
  • 26 perempuan dan 4 laki-laki di desa Mbilur Pangadu mengembangkan jagung dan kacang merah
  • 14 perempuan dan 6 laki-laki di desa Wairasa mengembangkan ubi jalar ungu dan cabe
  • 27 perempuan di desa Umbu Pabal mengembangkan ubi jalar ungu, jagung dan kacang merah, 
  • 23 orang perempuan di desa Rindi mengembangkankacang tanah dan ubi ungu
  • 27 orang perempuan di desa Watu Puda mengembangkankacang tanah

Hasil panen sebagian dikonsumsi sendiri dan sebagian lain dijual untuk menambah pendatapatan. Resiko lingkungan dari kegiatan pertanian yakni pencemaran input kimia. Langkah mitigasi yang di laksanakan yakni melaksanakan upaya pengamanan lingkungan (environmental safeguards), diantaranya;

  • 101 perempuan di 9 kelompok (4 desa) membuat pupuk organik bokashi sebanyak 6.600 kg yang digunakan pada lahan tanam seluas 25.6 ha. 
  • 151 orang perempuan memiliki pengetahuan tentang teknik budidaya pertanian hemat air dan rendah emisi. Sadar manfaat pupuk organic (bokashi) di bandingkan pupuk kimia termasuk dampaknya pada kerusakan lingkungan. 
  • Meningkatnya pemahaman tentang dampak limbah plastik (polybag, pembungkus) dan cara mengelolanya. Disepakati untuk membuat lubang penampungan sampah plastik.

Di hasilkan satu modul pertanian organik rendah emisi dan hemat air. Komunitas adat menerima inovasi ini dan merasa sesuai dengan kondisi pertanian lahan kering.  Penerapan modul ini membantu komunitas meningkatkan hasil produksi pertanian dibandingkan sebelumnya. Rata-rata hasil produksi pertanian meningkat 30% hingga 80%. Berdampak pula pada berkurangnya beban kerja perempuan; sebelumnya perempuan menyiram tanaman setiap hari, dengan menggunakan metode hemat air, menjadi 4-5 hari sekali. Perempuan jadi memiliki waktu istirahat atau melakukan pekerjaan yang lainnya.  

Muncul kesadaran keluarga dalam rumah tangga  sehingga terbangun  kerjasama dan saling mendukung antara perempuan dan laki-laki (suami dan anak/keluarga). Ini ditandai dengan perubahan dimana laki-laki (suami dan anak lelaki) terlibat aktif dalam membantu perempuan. Ada kerja sama antara laki- laki dan perempuan dalam kegiatan persiapan lahan, pembuatan pupuk bokashi dan pemagaran lahan. Pada bagian pembuatan pupuk, perempuan dan laki-laki secara bersama bertugas dalam menyiapkan kotoran ternak, dedaunan dan air. Praktik penggunaan pupuk dikerjakan secara bersama-sama. Dengan demikian maka pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi juga diperoleh perempuan. Persiapan lahan (pembalikan tanah/luku sampai pembedengan) menggunakan traktor dan cultivator. Pembuatan lubang tanam dan merapikan bedengan dikerjakan secara bersama-sama oleh laki- laki dan perempuan. Pemagaran lahan dikerjakan secara bersama-sama; laki-laki yang mengumpulkan kayu/patok dan bambu sedangkan perempuan terlibat dalam mengikat/paku pagar serta menyediakan konsumsi.


0 Comments