Diskusi Pendekatan Penanganan Konflik Tenurial secara Damai



Diskusi peningkatan kapasitas NSC terkait penanganan Konflik Tenurial secara damai. Diskusi ini menghadirkan Dr. Ichsan Malik dari Universitas Indonesia yang juga Fellow Samdhana Institute. (SAMDHANA/Anggit)

Pendekatan penangangan konflik tenurial secara damai menjadi materi diskusi yang cukup hangat diantara NSC dan NEA. Diskusi ini menghadirkan Dr. Ichsan Malik dari Universitas Indonesia yang juga fellow Samdhana Institute. Diskusi Pendekatan Penangangan Konflik Tenurial Secara Damai dilakukan sebagai bagian memitigasi tindakan kekerasan dalam menghadapi konflik tenurial yang ada  pada program DGM-I. Dilaksanakan bersamaan dengan pertemuan penetapan proposal oleh NSC di Jakarta, 24 Mei 2019.

Dalam introduksi materi yang diberikan, Dr. Ichsan Malik menerangkan perlunya mengetahui kerangka dinamis pencegahan konflik dengan memahami akar konflik dan aktor konflik. Akar konflik harus dipahami apa penyebab strukturalnya, apa saja yang menjadi akselerator dan pemicunya. Provokator dan kelompok rentan menjadi aktor konflik yang bisa mendorong eskalasi konflik menjadi pembangunan konflik, atau sebaliknya menjadi  de-eskalasi konflik menuju pembangunan damai.

Dalam konteks konflik tenurial, momentum politik sering kali menjadi pemicu terjadinya konflik tenurial kawasan hutan. Konflik ini meningkat eskalasinya ketika terjadi pembiaran saat terjadinya konflik. Pada akhir pemaparannya Dr. Ichsan Malik menampilkan kerangka aksi kelembagaan penanganan konflik secara komprehensif. Baik itu preventif, pengaduan dan resolusi konflik hingga tanggap darurat dan advokasi. 

Preventif dilakukan melalui analisis rutin, analisin momentual, analisis trend, audit kebijakan dan public awareness. Pengaduan dan resolusi konflik dilakukan melalui tahapan perencanaan, pemetaan konflik, capacity building para pihak untuk terlibat aktif dalam penyelesaian konflik, penyelesaian kasus, dan memantau proses resolusi konflik. Tanggap darurat dan advokasi dilakukan dengan tahapan koordinasi dan penegakan hukum.

Dalam pelaksanaan kegiatan Program Dedicated Grant Mechanism (DGM) Indonesia pendekatan dan metode yang dapat digunakan dalam mengatasi konflik tenurial dengan pendekatan tanpa kekerasan dipandang perlu. Hal ini berkaca dari berbagai pengalaman pelaksanaan proyek DGM-I. Sebagian dari mitra menggunakan peluang kebijakan yang ada, baik melalui skema-skema dalam Perhutanan Sosial (termasuk penetapan Hutan Adat) atau melalui skema Reforma Agraria.  Ada yang melakukan pendekatan melalui dialog budaya.  Ada pula yang tak mencapai kata sepakat dan akhirnya membawanya ke meja hijau, untuk mencari keadilan. Perbedaaan pendapat merupakan suatu yang wajar dalam kehidupan sehari-hari, tetapi menyelesaikan nya secara damai dengan cara-cara yang kreatif dan inovasi baru terus harus dikembangkan, guna mencapai kesepakatan kesepakatan baru yang lebih adil dan jauh dari cara-cara kekerasan.    

ESMF atau Environmental and Social Safeguard Management Framework atau disebut juga Kerangka Kerja Pengaman Sosial dan Lingkungan yang diterapkan dalam Proyek DGMI, mensyaratkan bahwa dukungan pendanaan tidak boleh digunakan untuk suatu hal yang terkait dengan ajakan atau tindakan kekerasan dalam menyelesaikan permasalahannya, bahkan lebih jauh harus menghindarkan diri dari langkah kekerasan yang kemungkinan dilakukan pihak lain. 

Diskusi dalam bentuk pemaparan sekaligus pemantik diskusi serta tukar pikiran atas pengalaman mitigasi konflik kekerasan dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang sama atas potensi konflik kekerasan dalam menghadapi konflik tenurial. Pada gilirannya dapat diformasikannya kepada mitra DGM-I yang lain di masing-masing region. 

0 Comments